Menoleh Ke Belakang – Maria Pakpahan

Menoleh ke belakang, lewat satu windu
Menoleh lewat bahu, mencari jemari yg bebas lancang menyapa rambutku
Mendapati senyum lepas, bersahabat
Jengah aku di atas tangga sekolah kita
Terpaku, seakan bertemu malaikat
Bayangkan malaikat sekolah pasca sarjana
Apa surga kekurangan ilmu ?
Benakku bertanya, hatiku bersyukur

Menoleh ke belakang, lewat sudah abad lalu
Menoleh pada musim dingin utara , duniamu
Mendapati aroma kopi dan vivaldi mendayu
Manja aku dibuatmu, bak ratu tanpa harus berlaku anggun ,
Terlihat cantik atau teratur tutur bahasa. Alangkah asyiknya.
Terpukau, dan senyum sendiri mengingat discovery ku “cinta memiliki wajah “
Simpulku, melirik wajahmu di balik lap top
Usai membawaku secangkir kopi sehangat senyum malaikatmu

Menoleh ke belakang, pikiranku tak bisa dihentikan
Seperti laju sepeda kita di Noordeinde
Tidak ada rem, dan kunikmati duduk di depan, sementara kau mengayuh
Nyuh, rambutku lepas ditiup Dewa Bayu -paham, aku sedang menaiki sepeda sang waktu, rambutku menutupi wajah sang cinta,
Berbisik ” alangkah romantiknya”
Istana dan istal kuda di pinggir jalan jadi saksi bisu
Bahu lenganmu menjadi sandaran jitu, rebah kepalaku, hatiku terpaku

Menoleh kebelakang, mencari isyarat, cari tanda
Laksana kegelapan mencari pelita, meraba-raba tak tentu arah
Kutelusuri jalan kereta di Eropa, mengunjungi kota demi kota
Kubuka lembaran Neruda, kubaca lantang puisimu
Yang menjadi mantra untuk memanggil rohmu
Mati kutu, batinku setiap aku dapati jejak, mulai Frida Kahlo hingga photo pasar Mexico
Kututup mulut rapat dan kuinginkan mengguncang surga agar semua malaikat rontok
Biar seperti daun maple di musim gugur yg mempertemukan kita

Menoleh kebelakang, aku tersipu , menyimpan bara tak redup
Kini tidak lagi menggebu, waktu menempa apiku, kehangatannya menjalar lembut
Bukan pijar menyilaukan mata, tapi membuatku mengantuk terbuai
Aku lelah dan bahagia, mengingat kita pernah ada dan masih ada
Serta jelas akan terus ada, karena kita putuskan dengan putus asa untuk mengkuliti
Wajah sang cinta, ganti rupa dengan kasih
Ku yakin sang waktu menghianati dan kau malaikatku, tunduk padanya
Tak banyak cakap, kututup hatiku, dikunci dan kubuang kuncinya ke kanal depan sekolah

Menoleh ke belakang, lebih sewindu sudah, saatnya mencari kembali sang kunci
Sebelum karatan dan aku sesak dengan masa lalu.

***