Baju Baru Perdana Menteri Blair

Liston P. Siregar

Mengikuti politik luar negeri Inggris atas Irak –yang praktis menjadi politik dalam negeri Inggris– saya teringat ceritayang pernah dituturkan ibu saya di Medan, tiga puluhan tahun lalu. Belakangan saya tahu cerita itu karya Hans Christian Andersen, dan lebih belakangan lagi ternyata diangkat dari hikayat Spanyol, karya Don Juan Manuel (1282-1348).

Judul dalam Bahasa Denmark, Keiserens nye klaeder, namun dalam Bahasa Spanyol tak berhasil saya temukan, sedang dalam Bahasa Inggris Emperor’s New Clothes dan dalam Bahasa Indonesia versi ibu, seingat saya; ‘raja yang tak pakai baju.’

Alkisah ada seorang raja yang amat senang dengan pakaian indah, dan suatu hari dia kedatangan seorang penjahit yang mengaku bisa menjahit pakaian terbagus dengan bahan emas. Maka sang raja mengumpulkan semua emas di negerinya, dari semua rakyatnya, dan menyerahkan kepada penjahit tersebut.

Setiap hari sang raja memeriksa dan dia melihat si penjahit beraksi menjahit tapi tak ada yang terlihat. “Ini pakaian dari emas dan tak bisa dilihat begitu saja,” elak si penjahit. Dan raja percaya; emas-emas dikumpulkan terus dari seluruh rakyat di seluruh pelosok negeri, hingga suatu hari pakaian selesai dan raja memutuskan untuk mengenakan pakaian emas –yang tidak terlihat oleh mata biasa itu– dan memamerkan kepada seluruh rakyat.

Raja pun menunggang kuda dengan anggun, mengenakan pakaian emasnya. Ssemua rakyat yang menyaksikan di tepi jalan terkagum-kagum, sampai kemudian seorang anak berteriak; “raja tidak pakai baju.” Dan semua orang tersadarkan, dan raja yang tak berbaju buru-buru kembali ke istana.

Mungkin terdengar berlebihan menempatkan Tony Blair sebagai raja yang tidak pakai baju itu. Namun, dalam krisis Irak, keputusan Blair untuk mendukung perang Irak mengandung hal-hal yang agak terdengar luar biasa untuk terjadi di Inggris, dan mungkin masih akan terjadi terus.

Bagaimanapun ada caranya untuk melihat ‘kredibilitas baru’ Tony Blair itu, dan inilah beberapa penghinaan atas akal sehat yang dimulai dari yang terbaru.

  • Laporan penyelidikan Lord Butler yang terbaru menyimpulkan bahwa informasi intelijen yang digunakan dalam dokumen pemerintah Inggris, dan yang disampaikan Perdana Menteri Tony Blair sebagai alasan perang adalah cacat.
  • Ancaman Irak mampu mengerahkan senjata kimia dan senjata biologis dalam waktu 45 menit, yang digunakan Tony Blair untuk meyakinkan parlemen guna mendukung perang melawan Irak, masih menurut Lord Butler, sebaiknya tidak disebutkan.
  • Walau informasi intelijen cacat, Ketua Komite Intelijen Gabungan John Scarlett –yang merupakan penasehat intelijen Perdana Menteri Inggris– dianggap tidak bersalah oleh Komisi Penyelidikan Lord Butler. Kesalahan, menurut Lord Butler, berupa kealahan kolektif. Lord Butler juga mengusulkan agar John Scarlett tidak mundur dari promosi menjadi Direktur Dinas Rahasia Inggris, MI6, karena kemampuannya. Kemampuan? Bayangkan, orang inilah yang bertanggung-jawab terhadap informasi intelijen yang cacat.
  • Usai mendengarkan penyelidikan Butler , Tony Blair mengatakan; “dunia tanpa Saddam Hussein menjadi lebih baik.” Faktanya, hingga akhir Juni 2004, sekitar 1000 tentara koalisi tewas dalam perang Irak, sedang korban sipil warga Irak diperkirakan antara 11.000 hingga 13.000 jiwa. Ke dalam angka ini masih bisa ditambahkan serangan di Arab Saudi, penculikan dan pemancungan sandera non-Irak, maupun kasus tahanan Irak yang disiksa tentara Amerika.
  • Masih menanggapi Lord Butler, Blair dengan gagah berani menyatakan ‘mengambil tanggung-jawab secra personal.’ Tapi dalam kesimpulan yang umum dengan rujukan kesalahan kolektif, jelas tak ada yang perlu dilakukan Tony Blair. Seandainya saja nama John Scarlett dituding secara khusus, hampir bisa dipastikan Blair tidak akan mengambil tanggung-jawab –seperti saat mundurnya penasehat media Alastair Campbell, nyatanya Blair dan Campbell justru sepakat membuat jarak jelas.
  • Menjelang perang Irak, April 2003 lalu, Blair berulang-ulang menegaskan Irak sebagai ancaman perdamaian dunia karena memiliki senjata pemusnah missal –yang bisa diluncurkan dalam waktu 45 menit. Bulan Juni 2004, Blair mengatakan kemungkinan senjata pemusnah massal tidak ditemukan.
  • Dalam pemilihan lokal Inggris, 10 Juni lalu, Partai Buruh pimpinan Blair kehilangan 479 kursi di Dewan Kota di sejumlah kawasan. Para pengamat maupun sejumlah anmggota Buruh yakin bahwa hilangnya dukungan itu berhubungan dengan keputusan perang Irak.
  • Dokumen pemerintah Inggris Bulan Februari 2003, terdiri atas tesis S3 dari seorang mahasiswa di Amerika, Ibrahim a—Marashi. Tesis Marashi itu sudah berusia 12 tahun ketika dikutip dari internet oleh kantor Perdana Menteri. Sebagian dari tesis itu dicomot begitu saja dengan metode copy and paste.
  • Dokumen pemerintah Inggris juga menyebutkan Irak berupaya mengimport uranium dari Niger . Pernyataan ini sudah dipertanyakan oleh Dinas Intelijen Amerika sebelum dimuat, namun tetap keluar juga dan kemudian dibantah oleh pemerintah Niger.

Para pendukung Blair berharap laporan Lord Butler akan menutup seluruh persoalan perang Irak, tapi itu perjuangan berat. Kredibilitas baru Perdana Menteri Tony Blair sudah tercabik-cabik. Ada yang mempertanyakan; “jika saja tiba-tiba ada ancaman sesungguhnya atas Inggris dan Perdana Menteri mengatakan perang, apakah rakyat akan mempercayainya.”

Memang Tony Blair masih punya waktu panjang, karena jadwal pemilihan umum Inggris baru akan digelar 2005. Namun kemungkinan besar tidak banyak yang bisa dilakukan Blair, kecuali George Bush terpilih kembali dalam pemilihan November 2005 nanti. Bush menang mungkin akan punya efek psikologis atas Blair.

Itulah dia, sebuah pemerintahan Inggris di Abad 21 –pimpinan tony Blair– tiba-tiba tergantung pada Presiden Bush.