Lagu Bulan Desember – Khalil Satta Elman

di antara kelindan angin sisa kemarau, kita mulai
mencatat kenangan yang pelan-pelan dihapus rintik hujan
angka-angka pada kalender kemudian gugur pada dada
kita memungutnya sebagai apologi air mata

detik demi detik menuliskan nama-nama masa lalu.
dengan seribu tangan kerinduan, kita menabuh damaru
untuk sekadar merayakan yang hendak bepergian
tiba-tiba kesedihan menjadi paling sungai di kaki perbukitan

kita tinggal memilih, kembang api itu meletus di sebuah kota
atau pada dada kita. sambil berpura-pura abai pada hiruk-pikuk
orang-orang yang menangisi dan menertawakan kenangan

kita percaya bahwa, sedetik yang lewat adalah kenangan, sedetik 
yang akan datang tak teraba angan. tapi kita tetap membiarkan 
detik demi detik lewat begitu saja, tanpa memungut yang berharga.
***
Yogyakarta, 2023-2024

Cerita Buat Zakiyya

sebelum nyanyianku serupa rintih seruling 
terpisah dari rumpunnya, aku pernah berkata:
tak ada yang membikin gemetar kini, 
kebahagian yang dibawa ricik sungai dari jantung hutan
tepat ketika angin pelan-pelan mengiris daun pisang di ujung pematang 
telah menelan habis kesedihan. dan dari tepi sungai itu, 
juga kudengar nyanyi jernih batu-batu.

pendar teplok yang dibawa terbang kunang-kunang menziarahi 
malam berlumut. bulan padam menjelma kerinduan

sehampar kabut yang menjemput keheningan perlahan susut. 
pagi juga beringsut, setelah mengatakan cinta 
dengan bahasa segar daun-daun hijau 
yang selamat dari pukulan lebam angin kemarau

kemudian, tahun kerap berganti wajah di almanak 
senja semacam resital kesedihan
anak-anak kehilangan alun karinding, 
hingga tak menemukan batas musim dan sekat angin

udara berlapis asap pabrik memenuhi dusun kita yang tak lagi cantik
hutan terbakar. hujan enggan memukul atap, atau sekadar
mencium tanah kita yang sekian lama retak.
sungai seperti menemukan jalan lain.

aku bercerita sebagai mayat dari masa depan, sebab masa depan
merupakan kuburan bagi segala yang berbentuk kenangan
tapi, di penghujung waktu nanti, masih bisakah kita minum atau mandi
tanpa harus perigi. tanah kita lebih surga daripada 
yang ditawarkan kitab suci.
***
Yogyakarta, 2023-2024

Khalil Satta Elman lahir di Sumenep, 7 Mei. Mahasiswa Filsafat di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menulis puisi dan cerpen. Tulisan-tulisannya sudah terpublikasi di perbagai media cetak dan daring. Menjadi pemenang ketiga lomba penulisan puisi Kompetisi Bahasa dan Sastra Tahun 2023 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan DIY. Bergiat di Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta (LSKY). Mempersiapkan buku keduanya yang bertajuk Skizofrenia.