Order Nasi Goreng Istimewa – Bala Seda

Selepas lulus kuliah di Yogyakarta, Andre memulai rutinitas baru sebagai work hunter. Memelototi iklan baris lowongan kerja di koran KR (Kedaulatan Rakyat) merupakan kebiasaan baru yang saban hari dilakukannya. Puluhan surat lamaran kerja telah dikirimkan.

Beberapa even job fair pun sudah sering disamperinnya. Entah itu yang diadakan di JEC, kampus UGM, maupun beberapa tempat lainnya.

Saking semangatnya Andre dalam bergerilya mencari kerja, membuat temannya yang bernama Agus pernah menggodanya, “Andre, kuperhatikan dirimu sekarang udah kayak orang yang kerja kantoran. Hanya saja kerjanya cuma mencari lowongan tok,” cetus Agus sambil tersenyum simpul. “Aseemm lu Gus,” jawab Andre sambil berusaha menjewer kuping Agus. 

Andre sebenarnya ingin segera bekerja agar bisa mengurangi beban orang tuanya. Kadang dirinya sedih memikirkan ayah-ibunya di kota tempat asal, yang masih transfer uang tiap bulan agar dirinya bertahan hidup di Yogya.

Sudah sekitar tiga bulan lebih sejak orang tuanya hadir dalam acara wisuda. Saat itu yang terpancar dari wajah ayah-ibu adalah rona kebahagiaan dan kebanggaan kepada putranya. Tampilan Andre dan teman-teman wisudawan pun kelihatan percaya diri bakal segera meniti karier. Sayangnya, itu belum menjadi kenyataan bagi Andre.

Pernah suatu ketika ayahnya menelepon, “Bos, gimana, udah dapat panggilan kerja?” Bos adalah sapaan akrab ayahnya kepada Andre. Awal-awalnya, Andre bisa menjawab pertanyaan ayahnya dengan santai sambil tersenyum. Tetapi ketika beberapa minggu atau bulan kemudian, ditelepon dan ditanyakan lagi hal yang sama, Andre jadi berat hati untuk menjawab. 

Di lain waktu, ibunya pernah mengirim pesan whatsapp (WA), “Nak…cobalah untuk tes PNS di sini.” Suatu tawaran yang sungguh tidak Andre harapkan. Karena dirinya sudah bertekad untuk bekerja di bidang swasta, seperti ayahnya, dan tidak ingin menjadi pegawai negara korps berbaju cokelat itu.

Saat pertama menerima pesan dan ide dari ibunya tersebut, Andre masih bisa berkelit. Tetapi ketika sudah berbulan-bulan belum ada jawaban dan panggilan kerja, dirinya was-was kalau menerima telepon atau pesan WA dari ayah-ibunya.

Sampai suatu ketika, sebuah pesan WA masuk dari ibunya. Ibunya tidak menulis suatu kalimat pun. Yang muncul di handphone Andre cuma sebuah pesan berbentuk link berita. Sebuah berita tentang pembukaan penerimaan calon Pegawai Negeri Sipil di daerah asalnya.

Sampai pada momen ini Andre sudah tidak bisa mengelak lagi. Walau dengan berat hati, Andre akhirnya berangkat juga pulang ke daerah asalnya di Sumatra, untuk mengurus dan mengikuti proses penerimaan PNS, sesuai saran ibunya.

Meski begitu, harus diakui bahwa menginjak kembali tanah kelahirannya, apalagi bisa kembali ke rumahnya di kota asal tentu merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Andre. Terutama bagi kedua orang tua dan saudara-saudarinya yang menyambut hangat kehadirannya.

Berbekal ijazah kuliah dan beberapa dokumen lainnya, mulailah Andre mengurus proses pendaftaran tes PNS. Tidak terasa, hampir sebulan lebih Andre berada di daerah asalnya. Aktivitas kesehariannya, membaca beberapa buku panduan tes PNS yang dibelinya pada sebuah toko buku di Yogya. 

Tibalah saat pelaksanaan tes PNS. Sejak pagi hari Andre sudah bersiap-siap. Dengan meminjam motor tua ayahnya, Andre pun bergegas memacu motor tersebut ke tempat tes. Sebuah gedung kantor yang berjarak kira-kira 20 menit perjalanan dari rumahnya.

Andre mengerjakan tes tersebut normal-normal saja, meski ada cukup banyak juga soal yang terpaksa dijawab sekenanya saja, karena cukup sulit pertanyaannya. Sambil menunggu proses pengumuman tes PNS, Andre masih menetap di kota asalnya. Ternyata, apa mau dikata, nasib berkata lain. Andre tidak lolos dalam pengumuman hasil tes PNS. 

Kondisi yang ada, mau tidak mau membuat orang tuanya, khususnya ibunya, tidak punya alasan lagi untuk menahan Andre yang ingin kembali dan mencari kerja di Yogya. Sebulan setelah kembali ke Yogya ternyata belum ada panggilan kerja juga yang diterima oleh Andre. 

Di tengah situasi ketidakpastian tersebut, berbekal motornya, Andre memutuskan untuk mengisi waktu luang dengan menjadi driver pada sebuah perusahaan transportasi berbasis online. Banyak suka duka yang dialami sebagai seorang driver, tetapi pengalaman mistis yang dialami Andre yang paling sering diingatnya.

Pengalaman yang dialami Andre ini kebetulan berkaitan dengan sebuah kantor di daerah Kotagede. Sebuah kantor berlantai dua yang kelihatannya biasa saja, tetapi menyimpan beberapa kisah aneh berbau mistis. 

Karena tempat mangkal Andre di sekitar Kotagede maka dirinya sering dapat orderan dari para penghuni kantor tersebut. Kantor itu adalah sebuah perusahaan distributor komputer. Cukup banyak karyawannya. Sebagian besar adalah karyawan-karyawan muda.

Order fiktif

Jam di tangan Andre menunjukkan tepat pukul sembilan malam. Tiba-tiba muncul pesan orderan dari seseorang bernama Aisyah dengan alamat kantor distributor komputer tersebut. 

Awalnya Andre sempat tertegun dan berpikir dalam hati, “Kok..jam segini masih ada karyawan di kantor ya? Cewek pula!”, batin Andre. Padahal Andre sudah hafal betul bahwa jam pulang kantor tersebut adalah pukul lima sore. “Jangan-jangan orangnya lembur di kantor,” tebaknya dalam hati.

Kembali Andre menengok telepon genggamnya, orderan nasi goreng Surabaya yang terletak di jalan Gedongkuning. Mencoba mengacuhkan keheranannya, Andre menghidupkan motornya dan meluncur ke outlet nasi goreng tersebut. 

Karena jaraknya tidak begitu jauh, dan tidak ada antrian panjang pembeli, maka tidak sampai 20 menit Andre sudah sampai di halaman depan kantor. Andre mencoba menelepon si pemesan atas nama Aisyah, muncul suara seorang cewek yang menjawab, “Sabar ya mas…saya turun ke bawah,” jawaban pendek dengan nada suara yang agak serak.

Mendengar balasan telepon itu, secara naluri Andre mendongak dan melihat ke lantai dua kantor tersebut. Ruangannya sudah gelap sama sekali. Bisa terlihat dari bawah di luar bahwa tidak ada aktivitas di sana.

Hampir sepuluh menit tidak ada tanda-tanda kehadiran cewek yang bernama Aisyah tersebut. Andre mulai tidak sabar. Pagar besi kantor tersebut kemudian diketuk-ketuknya beberapa kali dengan kunci motor yang masih digenggamnya. Beberapa menit kemudian muncul seorang cowok, gendut dan rambutnya tipis, cenderung botak. Kelihatannya seorang office boy di kantor tersebut. Sambil membuka pagar, cowok tersebut langsung bertanya dengan kalimat standar, “Cari siapa ya mas?” ujarnya datar. Ada perasaan aneh. Andre sedikit merinding, merasa suasananya beda ketika bertemu cowok tersebut.

Tidak mau berprasangka yang bukan-bukan, Andre lantas menjelaskan secara singkat apa yang terjadi sambil menutup penjelasannya dengan berkata,”Tadi mbaknya bilang mau turun ke sini,” diikuti dengan lirikan matanya ke lantai dua tersebut dan malah kaget dalam hatinya. Wah…lampunya menyala beberapa detik, kemudian mati lagi.

Si office boy  kantor kemudian menimpali, “Mas…maaf, saya baru aja dua bulan kerja di sini. Setahuku gak ada karyawan atau orang di kantor yang namanya Aisyah,” ujarnya penuh keyakinan. Kemudian, sambil menggeser tubuhnya, cowok tersebut menoleh ke dalam area kantor, mempersilakan Andre melihat, seakan mencoba meyakinkan Andre, sambil dirinya berkata, “Setiap hari cuma saya yang tidur di sini dan nungguin kantor ini,” pungkasnya.

Andre sempat cukup lama menyusuri pandangannya ke kantor tersebut. Memang kelihatan bahwa kantor itu sudah sepi sama sekali. 

Akhirnya, meskipun masih diliputi keheranan, Andre terpaksa meninggalkan kantor tersebut. Karena sekian lama ditunggu, tidak juga muncul orang yang bernama Aisyah. Andre terpaksa nombok karena orderan nasi goreng yang tidak jadi ditebus.

Meskipun Andre sudah sempat melihat sekilas kondisi di sekitar kantor tersebut tetapi dirinya belum begitu yakin akan keterangan si office boy, yang sempat mengenalkan namanya, Haris. Andre masih penasaran akan sosok pemesan yang bernama Aisyah.

Bersalaman dengan Sosok Gaib

Keanehan lain terjadi lagi di kantor itu tiga hari kemudian. Pada jam istirahat kantor, sekitar pukul 12 siang, Andre menerima order menjemput seseorang di kantor tersebut. Suasana kantor cukup ramai karena berpapasan dengan para karyawan yang ke luar kantor untuk istirahat dan makan siang. 

Sewaktu Andre masih berdiri di samping motor, ada seorang karyawan yang kebetulan berjalan lewat depannya dan berkata, “Mas, masuk aja ke dalam, nunggu di ruang tamu,” sambil menunjuk sebuah ruangan kecil di depan kantor. Andre kemudian beranjak masuk ke ruangan tersebut. Ketika duduk di ruang tamu tersebut Andre dapat melihat ruangan di seberangnya, dengan jejeran beberapa meja kerja. Ada beberapa karyawan yang masih berada di dalam kantor. Nampaknya mereka tidak ke luar karena membawa bekal makan siang dari rumah.

Selang beberapa menit kemudian muncul orang yang memesan orderan, “Sebentar ya mas, tunggu orangnya.” ujarnya. Ternyata, yang mau diantar itu adalah anak dari orang yang mengorder jemputan.

“Ehhh…dek Doni salaman dulu dong sebelum pulang. Dadah…” terdengar beberapa suara karyawan dari ruangan seberang, disusul dengan kemunculan seorang anak yang berusia sekitar 10 tahun, masih memakai pakaian seragam sekolah. Nampaknya, anak itu pulang sekolah masih mampir ke kantor orang tuanya.

“Ayo Don udah dijemput nih,” kata ayah anak tersebut sambil memberikan tas sekolah miliknya. Pada momen inilah muncul momen aneh. Doni memutar badannya kembali, berbalik arah berjalan ke sebuah meja kosong sambil menyorongkan tangannya, layaknya orang yang ingin salaman. “Hah…siapa yang mau disalamin?” Andre tersentak dan bertanya-tanya dalam hatinya. Karena di meja tersebut sama sekali gak ada orang.

Ayah si Doni kemudian memandang ke Andre sambil berkata santai tanpa ekspresi, “Doni punya kelebihan.” Sebuah informasi pendek yang tetap belum mampu mengurangi keterkejutan di wajah Andre.     

Andre kemudian mengantarkan Doni ke rumahnya di daerah Taman Siswa. Di atas motor, Andre yang masih penasaran mencoba bertanya ke Doni, “Dek, di kantor ayahmu sebelum pulang tadi, kamu mau salaman sama siapa? Kan gak ada orang di meja itu,” tukas Andre. “Ada si mbak kok mas,” ujar Doni dengan mantap, “Kalau Doni ke kantor ayah, pasti mbak itu ada di kantor juga,” lanjutnya dengan lebih meyakinkan.

Andre pun sadar bahwa Doni ini seperti anak-anak indigo yang sering Andre dengar kisahnya di televisi. Karena cukup ketakutan dengan pengalaman aneh tadi, membuat Andre tidak berani bertanya-tanya lagi ke Doni di sepanjang perjalanan. Andre khawatir kalau tiba-tiba di atas motor malah Doni melihat sesuatu penampakan gaib lagi. 

Aisyah dan Haris

Hari berikutnya, Andre mampir dan membeli rokok di sebuah kios kecil penjual rokok dan bensin eceran, yang kebetulan berada tepat di samping depan kantor tersebut. Andre sempat ngobrol sejenak dengan pemilik kios tersebut. Iseng, Andre bertanya,”Pak, apakah penjaga kantor ini yang bernama Haris sering ke sini?”

“Walah mas.., kantor ini sudah hampir setengah tahun sampai sekarang gak ada penjaga lagi,” pemilik kios menimpali. “Setiap pagi ada orang yang bersih-bersih kantor tapi kalau sore langsung pulang. Gak ada yang tidur di kantor, dan gak ada yang namanya Haris,” lanjut bapak pemilik kios.

Andre tertegun dalam hati mendengar penjelasan tersebut, misteri dan pertanyaan makin banyak bergelayut di benaknya.         

Beberapa minggu kemudian, selepas magrib, Andre menerima orderan dari orang yang sama, Aisyah. Dalam orderan, Aisyah minta dijemput di kantor distributor komputer itu untuk diantar ke sebuah alamat di jalan Kaliurang Km 5. 

Sebetulnya, kalau mau jujur, Andre sudah waswas dengan sosok Aisyah ini. Tapi dirinya nekat dan memberanikan diri untuk menerima orderan. Andre penasaran dengan kejadian order nasi goreng dahulu. Kemudian, Andre menghidupkan motor dan menuju ke arah kantor.

Sekitar sepuluh meter dari kantor tersebut, sekilas terlihat dari jauh, seorang cewek sedang berdiri di depan pintu gerbang kantor. Berpakaian putih, agak kurus dan cukup tinggi. Ketika Andre sampai di sana, dirinya disapa duluan oleh cewek tersebut, “Mas Andre ya?”. Andre tidak menjawab tetapi balik bertanya, “Mbak Aisyah?”. Cewek, yang berumur sekitar dua puluhan tahun tersebut cuma menggangguk pelan.  

Kurang lebih dua menit pertama di atas motor suasana hening, ada hal aneh yang Andre rasakan. Andre merasa seperti sedang tidak mengangkut seorang penumpang. Tarikan motornya ringan sekali. Spontan Andre melirik ke kaca spion motornya, sekilas kelihatan lambaian baju putih yang diterpa kain. 

Sekadar basa-basi, Andre bertanya, “Mau ke tempat kos ya mbak?” karena Andre yakin cewek tersebut tinggal di kos-kosan sekitar kampus. “Mau ke rumah mas Haris,” jawab cewek tersebut pelan dan agak memelas. Mendengar cewek tersebut menyebut nama Haris, Andre mulai deg-degan. Andre mulai merasa yakin bahwa ada hal aneh, sambil membayangkan kembali pertemuannya dengan si office boy yang bernama Haris, serta penjelasan dari bapak pemilik kios depan kantor.

Untuk mencairkan suasana, Andre kemudian bermaksud untuk menanyakan kepada Aisyah perihal orderan nasi goreng beberapa waktu lalu. Pertanyaan tersebut tidak jadi terlontar ke Aisyah. Itu momen terakhir yang Andre ingat. 

Ternyata, belum sampai lima menit perjalanan mereka dari Kotagede, sontak Andre dan motornya sudah berada persis di depan ruang jenazah RS dr. Sardjito. Padahal, jaraknya lumayan jauh, dan seharusnya perjalanan ditempuh minimal dua puluh menitan. Sosok Aisyah pun raib entah ke mana. Andre cuma bengong dan terheran-heran di depan ruang jenazah rumah sakit.
***

Bala Seda, perantau yang menetap di Jogja. Sehari-hari bergelut dengan teks dan gambar di salah satu media penerbitan. Di luar kesibukan dan rutinitas, saat ini lagi senang-senangnya mengirimkan ‘isi kepalanya’ untuk merantau juga ke mana-mana.