Dokter Zhivago 26 – Boris Pasternak (alih bahasa Trisno Sumardjo)

Disalin dari terbitan Djambatan, Maret 1960 dengan penulisan ejaan baru.

Anna makin lama makin baik. Pertengahan Desember ia coba berdiri, tapi masih teramat lemah. Dokter-dokter menasehati supaya ia tinggal di ranjang saja dan betul-betul mengaso.

Ia sering minta Yura dan Tonya datang, lalu omong tentang masa kecilnya di pegunungan Ural. Ia dibesarkan di tanah milik ayahnya, Varykino di tepi sungai Rynva. Yura maupun Tonya tak pernah ke sana, tapi dengan mendengarkan cerita Anna, Yura dengan mudah dapat membayangkan hutan seluas dua belas ribu are itu, belum terjamah, tak tertembus, gelap bagai malam; hutan yang terbelah oleh sungai kencang mengalir, dengan garis tajam melengok-lenggok seperti tetakan pisau, dengan dasar batu karang dan tebing batu curam di daerah Krueger.

Pertama kali Yura dan Tonya menyuruh orang membuat pakaian malam, untuk Yura sebuah jaket untuk Tonya gaun malam ringan dari satin yang hanya menelanjangkan leher.

Mereka hendak memakainya pertama kali untuk perayaan Natal tradisional di rumah Sventitsky pada tanggal dua puluh tujuh. Jaket dan gaun tadi diantarkan pada hari yang sama. Yura dan Tonya mencobanya, merasa senang dan belum lagi menanggalkannya, ketika Anna mengutus Yegorovna untuk menjemput mereka.

Tatkala mereka masuk, iapun menegakkan diri atas sikutnya, memandangi mereka, lalu minta mereka berpaling.

“Bagus sekali,” ujarnya. “Amat indah. Tak kusangka sudah selesai. Coba kulihat lagi, Tonya. Beres, juga ; kusangka tadi bannya mengkerut sedikit, Kamu tahu, mengapa kupanggil? Tapi aku lebih dulu ingin omong dengan kau Yura.”

“Aku tahu, Anna Ivanovna. Kutahu kau lihat surat itu. Sudah kusuruh kirim sendiri padamu. Kutahu kau sependirian dengan Nikolay Nikolayevich. Kamu berdua berpendirian supaya warisan itu jangan kutolak, Tapi tunggu sebentar. Tak baik bagimu, kalau bicara. Biarkan saja aku menerangkan, meskipun sebagian besar sudah kau tahu.”

“Nah, yang pertama-tama. Para pengacara sepakat, harus ada perkara –Zhivago, sebab di tanah milik ayah ada cukup uang untuk menutup ongkos dan membayar imbalan mereka. Terlepas dari itu sebenarnya tak ada warisan sama sekali –tak apa-apa selain hutang dan kekacuan– serta banyak kain kotor untuk dicuci. Andaikata betul ada sesuatu yang dapat diuangkan, mengapa aku hendak menghadiahkannya pada istana dan tidak kupakai sendiri? Tapi itu soalnya, semuanya cuma penipuan. Jadi daripada mengorek-ngorek segala debu itu lebih baik tak kupakai hakku atas milik yang sebetulnya tak ada, baik kulepaslakan saja pada gerombolan lawan yang diada-adakan itu serta kaum penuntut curang yang mengejarnya.”

“Kau tahu, salah seorang penuntut adalah Nyonya Alice yang menamakan dirinya Zhivago dan tinggal bersama anak-anaknya di Paris, sudah lama kukenal dia. Tapi kini ada macam-macam tuntutan baru. Aku tak tahu bagaimana halnya dengan kau tapi baru saja kudengar tentang mereka.”

“Ketika ibu masih hidup, ayah ternyata kena pikat seorang putri Stolbunova-Enritsi yang berkelakuan yang bukan-bukan. Wanita ini mendapat anak dari ayah, Yevgraf; sepuluh tahun umurnya.”

“Putri ini hidup menyendiri,. Rumahnya tak jauh dari kota Omsk; ia tinggal di situ dan tak pernah keluar. Sumber penghasilannya tak diketahui orang. Kulihat foto rumahnya. Sangat bagus, ada lima jendela Perancis dan medalion dari stucco di tepi atapnya. Dan belakangan ini rumah itu seolah terus-menerus memandang padamu dengan jijik, dari kelima-lima jendelanya langsung melewati beribu-ribu mil antara Ural dan Moskow; kurasa rumah itu kini atau besok memberi padaku ‘mata jahanam.’

“Jadi hendak kau apakan semua ini, modal bayangan, kaum penuntut culas, kejahatan, kedengkian? Dan pengacara pula?”

“Tak mengapa. Kau hendaknya jangan melepaskannya,” kata Anna. “Kau tahu mengapa kupanggil engkau?” tanyanya lagi, maka segera dilanjutkannya apa yang kemarin ditinggalkannya.

“Aku sudah ingat namanya. Kau ingat penjaga hutan yang tentangnya aku cerita kemarin? Namanya Bacchus! Aneh bukan? Orangnya sungguh menakutkan, hitam bagai setan, jenggotnya tumbuh sampai ke bulu mata dan ia menyebut diri Bacchus! Di mukanya ada bekas luka; seeokor beruang pernah mencakarnya, tapi diusirnya. Begitulah semua mereka di sana. Pakai nama-nama –bersuku kata dua, bulat, dan nyaring! Bacchus atau Lupus atau Faustus. Sewaktu-waktu dapat dikabarkannya ada orang begitu –barangkali Auctus–yang namanya seperti letusan dari bedil laras dua kepunyaan kakekmu– maka tiap kita cepat-cepat berkumpul di bawah dari kamar anak-anak sampai dapur . Maka tek terduga bagaimana rupanya, tak tersangka siapa yang kita jumpa. Mungkin penjual arang dengan anak beruang hidup-hidup, atau penyelidik pertambangan dari pelosok terjauh di tanah milik itu dengan sebungkah contoh pelikan. Dan kakekmu akan selalu memberi mereka apa-apa untuk jasa mereka. Ada yang dapat duit, gandum atau peluru-peluru. Hutanpun mendatangi kita sampai ke jendela. Dan salju, o salju! Lebih tinggi dari atap!” Anna mulai batuk-batuk.

“Cukup, tak baik untukmu.” Tonya dan Yura mendesaknya.

“Omong kosong, aku tak apa-apa. Aku ingat. Menurut Yegorovna, kamu berdua merasa rusuh hendak menghadiri perayaan lusa ini atau tidak. Jangan sampai kudengar lagi yang tolol semacam itu, kamu mestinya malu! Padahal kau sebut dirimu dokter, Yura! Nah itu sudah beres, kamu pergi habis perkara. Tapi soal Bacchus lagi. Waktu muda ia pandai besi. Ia berkelahi, lantas rusak dari dalam. Maka dibuatnya usus-usus besi. Ah, jangan bodoh, Yura. Tentu itu tak mungkin, jangan kau ambil arti katanya! Tapi begitulah kata orang di sana.”

Ia disela pula oleh serangan batuk, lebih lama dari yang tadi. Batuknya terus berlangsung, ia tak sempat bernafas.

Yura dan Tonya bergegas menghampirinya. Mereka bahu membahu di depan ranjang. Tangan mereka bersentuhan. Anna yang masih batuk-batuk itu menangkap tangan mereka dan merapatkannya sejurus lagi. Ketika dapat berbicara kembali, ujarnya : “Kalau aku mati, tinggallah bersama-sama. Kamu serasi. Kawinlah. Nah, sudah kupertunangkan kamu,” tambahnya, lalu iapun tersedu-sedu.