Layak Memimpin

Bunny Smedley

Apa yang muncul di benak anda jika berpikir tentang John F. Kennedy? Kemungkinannya adalah bahwa semua orang Amerika tampan dan vitalitas dari Presiden termuda Amerika Serikat itu. Walau para sejarahwan menghabiskan beberapa dekade untuk menggali-gali sudut terkotor Camelot ini, mitos Kennedy tetap saja manjur.

“Aku ingin tahu kalau pengalamanmu seperti apa, Harold?” tanya Kennedy kepada Perdana menteri Inggris, Harold Macmillan tahun 1961. “Kalau aku, tidak ada perempuan tiga hari maka kepalaku sakit.” Apakah ada perlambang lain yang lebih tepat bagi kekuatan geopolitik Amerika?

Karena itulah terjadi kehebohan ketika sejarahwan Robert Dallek memperlihatkan bahwa mitos Kennedy sebenarnya menutupi realitas yang kurang baik. Untuk mengendalikan kondisi kesehatannya, Kennedy rupanya tergantung pada sekumpulan obat-obatan yang mengerikan, termasuk codeine dan methadone untuk membunuh rasa sakit; lantas Ritalin dan hormon thyroid untuk membuatnya semangat; Librium dan barbiturates untuk membuat tenang; hydrocortisone dan testosterone guna mengatasi sejumlah masalah adrenal. Walaupun begitu, tetap saja Presiden menderita rasa sakit dan tidak bisa bergerak bebas dengan ketidak-mampuan menilai secara jernih. Jadi masa hasrat seks selama 72 jam merupakan masalah Kennedy yang paling kecil.

Masih ada lagi kesimpulan Dallek yang mengejutkan, antara lain karena kerudung penutup rahasia yang dilemparkan oleh staff presiden maupun pers. Yang lainnya adalah sehubungan dengan asumsi kita tentang sifat kepemimpinan. Para nenek moyang kita yang pra-modern mencari pengalaman, kharisma, dan legitimasi dari para pemimpin mereka, dan juga kemampuan untuk mempertahankan rakyatnya serta kesehatan fisik. Beberapa abad kemudian, sejauh apa perubahannya?

Pada masa kampanye, Kennedy dengan mudah menuding sakit punggungnya yang kronis karena cedera yang ia derita ketika kapal perusaknya tenggelam dalam Perang Dunia ke II. Jelas bisa diterima kalau seorang presiden adalah pahlawan perang yang terluka, namun ia membutuhkan tujuh atau delapan butir obat penghilang rasa sakit menjelang konperensi pers atau mabuk obat bius sampai kelihatan pucat di pertemuan puncak internasional. (Pemimpin Soviet waktu itu, Nikita Khruschez sama sekali tidak terkesan dengan penampilan Kennedy dalam salah satu pertemuan puncak dan penilaian ini berimplikasi pada krisis rudal Kuba) Kalau saja Kennedy tidak tewas pada usia 46 tahun, kerudung penutup itu mungkin akan semakin tipis dan berbahaya.

Kennedy bukanlah negarawan pertama yang menderita kesehatan buruk yang mencoba menyembunyikan penderitaan itu atau mengobahnya menjadi sesuatu yang lebih bisa diterima. Serangan stroke hampir menewaskan Woodrow Wilson, namun ketidak-mampuannya ditutup-tutupi ; dan selama dua tahun istrinya Edit yang hebat yang praktis menjadi wanita presiden Amerika Serikat pertama. Sampai beberapa waktu lalu, para ahli di Kremlin menggunakan May Day untuk meneliti para pemimpin usia lanjut Soviet untuk melihat tanda-tanda keaktifan mereka.

Dan paradoksnya, penyakit jadi dilihat sebagai kualifikasi bagi kepemimpinan. Epilepsy dikaitkan dengan Hercules dan Alexander Agung –jadi para pengagum Julius Kaisar serta Napoleon tidak perlu marah kalau pahlawan mereka itu disebut menderita epilepsy. Sementara itu keluarga kerajaan Inggris, mulai dari Ratu Mary Skotlandia menderita porphyria yang menyebabkan kegilaan Raja George III. Sebagian besar anggota keluarga kerajaan Hapsburgs menderita encok, termasuk Raja Louis XIV, dan karena itu encok menjadi penyakit elite. Ketika Pitt the Younger mendapat serangan encok pertama kali pada usia 14 tahun, dokter memberinya resep satu botol anggur setiap hari. Pitt minum obatnya dengan penuh semangat dan akibatnya lebih dari satu kali dia muntah saat dengar pendapat ketika menjabat Perdana Menteri.

Kecanduan alkohol merupakan masalah utama dalam kehidupan politik, yang lainnya adalah depresi. Viscount Castlereagh takut digulingkan dan dia memotong lehernya dengan pisau. Di sisi lain Churchill berhasil mengatasi depresinya dengan kombinasi pekerjaan fisik, merancang kebun dan menikmati kesusasasteraan secara berlebihan.

Tapi apakah kesehatan pemimpin merupakan masalah penting? Ketika dioperasi pata tahun 1953, empedu Anthony Eden tersayat oleh pisau bedah sehingga selama krisis Terusan Suez dia sedang terbenam oleh obat-obatan. Apakah penyakit mengobah arah sejarah?

Para sejarahwan membuat spekulasi tentang bagaimana seorang yang tampan, Hal, yang memerintah dari tahun 1509 berobah menjadi Henry ke VIII yang gendut, tempramental dan gila seks pada tahun 1540-an, yang kakinya amat bau sampai anggota keluarga kerajaan lain mengeluh. Tahun 1514 raja muda ini terkena cacar tapi kemudian tidak berbekas sama sekali. Atau dia menderita sipilis otak yang pada tahun 1530-an menyebabkan dia jadi marah-marah tidak terkendali, paranoid, dan hasrat seks yang amat tinggi.

Hal serupa dialami Ivan the Terrible. Ia mulai memimpin dengan reformasi pencerahan, namun mulai tahun 1564 menjadi mosnter dengan kaki terendam di dalam darah sampai ia mati tahun 1584. Di sini juga ada Stalin dan Idi Amin, dengan sipilis yang dituding menjadi penyebab perubahan dari seorang pemuda reformis menjadi ‘orang gila.’

Napoleon dan Hitler juga menjadi objek penelitian kesehatan. Napoleon mungkin kena sipilis dan epilepsy. Dia wafat di St Helena tahun 1821 pada usia 52, dan penyebabnya segala macam, mulai dari lobang-lobang bisul di perutnya sampai hepatitis. Dan Hitler, terlepas dari ketidak-normalannya yang paling utama, pada akhir hidupnya ia mungkin menderita Parkinson, sipilis dan seperti Goering, kecanduan obat bius.

Lantas apa soalnya? Sederhana saja ; bahwa para pemimpin -sama dengan kita semua- bisa menghadapi ketidak-beruntungan fisik dan psikis. Namun para sejahrawan berusaha menggunakan ketidak-beruntungan itu sebagai penjelasan dari segala hal. Sebagian besar orang, pada akhir hayatnya menderita sesuatu, namun hanya sebagian kecil saja yang bisa mengatasinya secara terbuka.
***
Diterjemahkan dari T2 Times 20 November 2002