Dokter Zhivago

Boris Pasternak
(alih bahasa Trisno Sumardjo), disalin dari terbitan Djambatan, Maret 1960)

Malam putih daerah utara sedang berakhir. Segala hal nampak jelas, gunung, semak-semak, dan lembah, api seolah tak percaya penuh pada diri sendiri dan hanya ada dalam dongeng.

Hutan yang di dalamnya ada beberapa pohon anggur, baru saja berdaun. Tumbuhnya di bawah batu karang yang melengkung di pinggiran sempit yang berakhir dalam jurang.

Walaupun air terjun itu tidak jauh, tapi hanya kelihatan dari tepi lembah di seberang semak-semak. Vassya Brykin, tawanan yang lari itu sudah lelah karena melihat-lihat ke situ dengan girang campur ngeri.

Segala hal dekat dari situ tak dapat dibandingkan dengan air terjun. Air terjun ini unik dan itulah yang membuatnya dahsyat, menjelmakan jadi mahluk yang diwarisi hidup dan kesadaran barangkali sebagai naga atau ular bersayap dari wilayah ini, yang memungut upeti dan memangsa dusun-dusun.

Di tengah jalanya ia memecah pada batu karang tajam dan terbagi dua. Bagian atas hampir tak bergerak, tapi kedua batangnya sebelah bawah mengayun sedikit dari kiri ke kanan, seakan air terjun itu terus menerus tergelincir dan meluruskan diri, goncang, namun selalu seimbang kembali.

Vassya telah membentangkan baju kulit dombanya di tangan dan kini ia berbaring di pinggir semak-semak. Ketika hari lebih terang, seekor burung besar dengan sayap berat terbang ke bawah dari gunung, melayang lancar melingkari hutan, lalu hinggap di atas pohon ru dekat tampat ia berbaring. Ia menengadah terpesona ke tenggorokannya yang biru tua serta dadanya yang biru kelabu dan ia bisikan namanya dalam Bahasa Ural, Ronzha. Lantas bangkitlah ia, memungut bajunya, menyampaikannya ke bahu dan meyeberangi tempat terbuka untuk menemui kawannya.

“Mari Bibi Polya. Astaga, kamu dingin sekali! Kudengar gigimu mengertak-gertak. Wah apa yang kamu pandang senanap itu Mengapa takut betul? Kita harus jalan, dengarkan kita harus mencapai sebuah dusun. Selesaikanlah sendiri. Orang akan menyembunyikan kita di dusun, tak bakal mencelakakan kaumnya sendiri. Kita sudah dua hari tak makan, akan mati di sini. Paman Voronyuk tentu sudah bikin ribut besar, semua tentu mencari kita. Kita harus pergi, bibi, terus terang saja, kita harus lari. Aku sebenarnya tak tahu apa akan kubuat dengan kamu, bibi, kamu bungkam sama sekali sejak dua hari penuh, kamu terlalu bingung ya, demi Allah! Apa yang kamu sedihkan? Kamu tidak bermaksud mendorong Bibi Katie dari kereta api; kamu tidak mendorong Katie Ogryskova, kamu hanya memegangnya dari samping, tak sengaja, kulihat kamu. Menegakkan diri dari rumput, kulihat dia dengan mata kepala, bangkit dan lari. Dia sama Paman Pritulyev pasti akan menyusul kita. Kita semua akan bersama kembali. Yang penting ialah berhenti bersedih hati dengan begitu kau temukan lidahmu kembali.”

Tyagunova bangkit, memegang tangan Vassya dan berkata lembut: “Mari sayang.”
***bersambung