Dari Kehidupan Para Jutawan

Victoria Tokareva
Penerjemah: Victor Pogadae

Pada suatu ketika Maurice coba meyakinkan Nastya supaya meninggalkan suaminya, dengan sanggup  mengambil risiko. Tetapi Nastya tidak hendak meninggalkan suaminya begitu saja. Seandainya Maurice melamar…

Kalau dia menawarkan kepada Nastya, bukan risiko melainkan tangan dan hatinya, maka mungkin reaksinya lain. Tetapi Maurice punya Madelaine dan Nastya juga punya suami. Amat menakutkan bertolak dari pantai yang biasa: kalau-kalau akan tenggelam. Dan Nastya membela diri dan menyerang sekaligus.

Pastinya dia disukai Maurice. Kalau tidak, buat apa dia memberikan tempat kepadaku di rumahnya. Aku menjadi sebagai bagian hubungan mereka, bagian transaksi cintanya. Dan sebentar lagi mereka  akan tidur bersama, bertengkar dan berdamai lagi.

Semua anggota Maurice akan tegang, dan dia akan berasa muda kembali. Apa yang diperlukan oleh seorang jutawan supaya mataharinya tidak pernah terbenam. Biarlah mataharinya tetap bersinar di langit. Itu lebih penting dari uang. Walaupun mungkin tidak… karena segala-galanya adalah penting.

Aku selalu bangga karena mudah  tunduk kepada lelaki dan memandang sifat itu sebagai kelebihan dan  sekarang aku  mengerti bahwa sebenarnya tidak ada orang yang mau menantangku. Seperti dalam lelucon tentang John yang tidak bisa ditangkap. Dia itu memang tidak bisa ditangkap karena tidak ada orang yang mau menangkapnya.

Kesucianku tidak diperlukan oleh seseorang pun seperti sepotong keju yang busuk, dan manuskripku di atas meja tulis hanya timbunan sampah saja.

Aku berada di Paris dengan titik yang menyanyi di dalam dada. Apa lagi? Aku terlantar sendirian di ranjang sebatang kara.  Terlantar sendirian adalah untuk liang kubur saja. Dan sewaktu  hidup adalah perlu berbaring berdua dengan penuh cinta berahi dan tidur atas bahu kuat dan dalam dakapan panas seorang lelaki.

Keesokan harinya Maurice naik ke kamarku sambil membawa dulang dengan kue dan kopi. Ternyata mereka di sini minum kopi di ranjang dan baru selesai itu menggosok gigi. Maurice sendiri membawa kopi kepadaku di tempat tidur.

Barangkali dia dan Anestezi telah berdamai sepenuhnya. Anestezi yang berusaha, dan aku meraih buahnya. Maurice  meletak dulang di ranjang.

“No, no…,” aku membantah karena tidak biasa makan di ranjang.

Maurice tidak mengerti mengapa aku membantah. Dia memindahkan dulang ke meja.

Wajahnya bingung dan pada saat itu aku membayangkannya pada masa kanak-kanaknya ketika dia berjalan dengan kaki telanjang tanpa diawasi oleh ibunya,  lalu mencuci tangannya di tong dengan air hujan.

Maurice memberitahu, sampai jam 12 a belas dia sibuk dan sesudah itu akan pergi dengan mobil mengunjungi istrinya di luar kota.
“Dan Nastya?” tanyaku.
“Parti a maison,” jawab Maurice.
“Kapan?”
“Semalam.”

Jadi mereka tidak berdamai. Dan mungkin juga berdamai sebentar dan Maurice membawanya pulang. Mungkin juga tidak. Siapa tahu…

Dia tidak mau mengambil risiko. Dan Maurice pula tidak mau membazirkan waktunya. Mempunyai istri dan kekasih sekaligus ialah sesuatu yang berat –untuk itu dibutuhkan waktu lapang dan kesehatan yang baik. Waktu untuk Maurice adalah emas. Dan usia 60 tahun menuntut cara hidup yang tersendiri.

Yang paling menarik ialah tentang pergaulan kami. Saya hampir tidak tahu bahasa Prancis tetapi memahami segala-galanya yang diucapkannya.

Aku menangkap beberapa kata saja dan yang lain teratur dengan sendirinya. Aku seakan-akan mendengar Maurice melalui deria dalam. Begitu agaknya para humanoid bergaul sesama mereka.

Tidak tahu bahasa tetapi mengerti segala-galanya. Aku kira, pikiran itu wujud seperti benda dan bisa ditangkap kalau ‘alat penerima’ dalam disetel pada gelombang teman berbicara.
***
bersambung