Mobilku

Sanie B Kuncoro

Mobilku ternyata datang lebih cepat dari perkiraan sehingga garasi belum siap. Maka dia harus kutitipkan, yang ternyata harus pindah-pindah.

Titipan pertama ke rumah tanteku, yang sudah punya tiga mobil tapi halamannya luas jadi bisa menampung satu mobil lagi.

Ternyata pada malam itu pas ada rapat RT di rumahnya sehingga omku diselamati para tetangga karena punya mobil baru. Bantahan tante dan om tidak ditanggapi para peserta rapat.

Nah untuk meyakinkan para tetangga bahwa mobil itu benar hanya titipan, maka aku hanya diberi masa titip dua hari.

Baiklah.

Maka mobil pindah ke rumah adikku.

Eh, baru satu hari sudah langsung dikembalikan karena dia baru ingat punya anjing kecil yang sedang masa menggaruk dan menggigit sehingga khawatir mobil baru itu akan jadi sasaran.

Yo wis, pindah lagi ke rumah sepupuku, manajer koperasi yang sudah punya Hyundai Atoz.

Tapi rupanya Kara -putrinya yang berusia lima tahun- jadi ingin naik mobil baruku itu tiap kali Ery berangkat kerja sekaligus mengantarnya untuk dititipkan ke rumah oma sementara Ery tidak bisa nyetir mobil lain selain Atoz.

Pindah lagi.

Akhirnya bisa kusimpan di rumah kosong milik bosku, yang sehari-harinya sudah tinggal di Jakarta. Rupanya kena batas waktu juga karena bos -yang sebenarnya jarang-jarang menginap beberapa hari di Solo- malah mendadak memberi kabar akan pulang ke Solo.

Ketika mobilku pindah dari satu tempat ke tempat lain itu, kerja membereskan garasi pun dikebut. Sebenarnya dari dulu sudah ada garasi di rumahku, sama seperti rumah-rumah lain garasi memang jadi bagian dari pembangunannya.

Cuma belasan tahun tidak dipakai untuk mobil maka barang-barang pun semakin menumpuk di sana. Awalnya garasi itu hanya diisi dengan barang yang sayang dibuang tapi tak dipakai, entah itu kursi lipat, tikar kuno peninggalan omaku dulu, buku-buku favoritku, sampai ke mesin penghisap debu hadiah HUT dari teman-temannya untuk ibuku, yang jauh lebih percaya dengan sapu dan lap pel.

Pelan-pelan pula masuklah barang-barang yang belum bisa diputuskan akan dibuang atau tidak. Jadi satu kelak akan kami putuskan tapi untuk sementara disimpan saja dulu. Akhirnya masuklah juga barang-barang yang sebenarnya sudah diputuskan untuk dibuang namun masih terlalu malas untuk membuangnya segera.

Dengan seleksi yang sudah semakin longgar itu, berulah aku sadar kalau garasi itu sudah terlalu penuh sehingga untuk masuk selangkah lebih ke dalam maka sebagian barang harus dikeluarkan.

Demikianlah akhirnya aku pun harus menerima kondisi rumah berantakan karena menampung pindahan barang-barang dari garasi.

Walau keadaan sudah mendesak, ternyata tetap saja masih banyak barang-barang yang baru kelak nanti akan diputuskan nasibnya: dibuang atau disimpan. Mereka bergabung dengan barang-barang yang lebih jelas nasibnya, disimpan tapi tidak dipakai sehari-hari, dengan kerumitan baru karena belum tahu tempat penyimpanan tetapnya.

Bagaimanapun, akhirnya mobilku menempati tempat yang seharusnya.

Nah dia datang dari rumah bosku saat aku sedang tak di rumah. Aku belum bisa menyetir -dan tidak berniat belajar nyetir- jadi supir kantor yang menjemput dan mengantarkannya ke rumah.

Malam banget aku baru pulang dan Ibu sudah tidur.

Maka kutengoklah dia di garasi. Ruang yg tampaknya luas itu ternyata nyaris sempit untuknya. Kudapati ada lampu merah yg kedip2 di sebelah stir. Aku yg tak pernah punya mobil, tentulah bingung melihatnya. Setahuku klo mobil parkir, ya matilah semua bagiannya. Kupikir adikku lupa mematikan sesuatu. Tapi sdh jam 12 mlm, mosok mau telp? Aku juga nyaris sms salesnya, mau Tanya bgm cara mematikannya. Sudah kucoba untuk pakai kunci kontaknya tapi malah semua lampunya hidup mati byar pet. Jadi aku hilir mudik kebingungan. Akhirnya aku pasrah saja. Kupikir kan dia sudah kuasuransi, maka bila terjadi sesuatu pastilah akn dapat gantinya. Tidurlah.
Besoknya barulah kudapat penjelasan bahwa itu sensor alarm. Hahaha. Bayangkan betapa malunya klo semalam kusms sales atau membangunkan tetangga untuk minta tolong mematikan nyala itu.
Sempat kualami paranoid, rasanya ingin semua kendaraan minggir saat mobilku lewat. Melarang ada makanan di dalamnya dsb. Sekarang sudah tidak lagi. Sudah kurelakan pula beberapa teman menyetirnya kalau kami pergi bareng.
Aku sudah pernah numpang mobil mewah milik teman2. Sudah kurasakan rasanya baby benz, mercy dan alphard. Dibanding mobil2 itu, mobilio ini tak ada apa2nya. Di stnk bahkan dia tertulis sebagai jenis minibus. Tapi aku memperolehnya sesudah bekerja 26 tahun, kumiliki sepenuhnya tanpa hutang. Maka setiap pagi saat duduk di dalamnya menuju kantor, yang kurasakan adalah kemewahan tiada tara.