Larutku Ceritaku


Irma Putri Hayanti

Tiga tahun sudah aku melewati hari-hari di kampus, menjadi mahasiswa yang dituntut untuk selalu mandiri dalam segala hal, seperti tertulis berkepanjangan di buku pengantar universitas. Ingin rasanya aku cepat-cepat keluar, dan gelar sarjana –yang menjadi tujuan akhirnya– siap kusandang.

Penelitian hortikultura-ku telah menginjak bulan keempat dan –sesuai rencana– akan segera berakhir. Begitulah rencana empat bulan lalu, karena aku tiba-tiba terjangkit yang kusebut-sebut sebagai penelitian humaniora sejak bergabung dengan pers kampus; Telaah.

Semakin diusut, aku sedang menyelesaikan ‘kontrak kerja’ dengan teman dekatku, Reeka, yang kuliah di salah satu universitas di Bogor. Ya, kontrak kerja bohongan untuk merujuk kebiasaan kami bersama; mengusut kumpulan mahasiswa yang dianggap unik. Emang kurang kerjaan? Kami berdua menganggapnya refresing. Waktu yang kugunakan untuk mengusut cuma lima hari, cukup bahan cerita ke Telaah.

Usut dan terus diusut, korban kuat adalah sebuah sekelompok mahasiswi yang kuanggap aneh bin ajaib. Orang-orang bilang mereka itu gank, bukan kumpulan biasa, walau mereka sebenarnya nggak pernah menamakan dirinya gank. Mereka sering kumpul bareng, jalan bareng, dan terkadang marahan bareng. Mereka itu berlima, dan memiliki sifat yang bener-bener kontras banget, beda banget. Kusebut saja mereka Gang U dari unik.

Tiga orang sekelasku, dan dua lagi asalnya dari universitas yang sama dengan Reeka. Tapi keduanya, katanya. lagi nyari suasana lain, jadi ya ngikut kuliah di kampusku.
***

Mentari menyambutku dengan senyuman garang. Mataku terpejam-pejam dibuatnya. Dengan ditemani laptop, buku kecil, dan 3 pulpen –hitam, merah, biru– aku ingin segera nyelesaiin kontrak kerjaku. Sudah jadi ketergantunganku pada buku kecil kesayanganku. Mulai dari PR, hot news atau persisnya hot gossip, kata-kata mutiara penyemangat hidup, sampe catatan pengeluaran plus hutang-hutang. Kubuka laptop dan mulai menulis hasil penelitianku di file sweety detective.

Noval itu adalah seorang cewek yang modis abis, cerewetnya minta ampun, judes plus galak, tapi dia cerdas, super girl lagi. Si Noval ini nggak pernah akur sama Fannya. Kalo Fannya itu gadis cantik, kulitnya kuning bersih tapi agresif. Apa sih yang sering diributin mereka berdua?

Salah satunya makanan. Nggak tahu kenapa setiap Noval beli cemilan selalu sama kaya yang dibeli Fannya. Tapi emang Fannya udah sebel duluan sama Noval yang sering marah-marah. Pepatah Jawa mengatakan Gethingnyandhing, kalo terlalu sebel kadang malah bisa  jodoh. Hal sepele jadi gede kalo mereka yang ributin. Suatu saat Fannya pergi ke kamar mandi saat kuliah Bu Tata, satu  menit kemudian Noval juga kebelet. Di lantai 3 gedung F cuma ada satu kamar mandi, mau nggak mau Noval harus ngantri dong. Tapi yang terjadi Noval marah-marah ketika Fannya masuk duluan. Fannya balik marah. Alasan Noval dahulukan yang kebelet. Fannya nggak mau tau. Peristiwa itu sektiar jam 11 dan mereka marahan sampe besok jam 6 pagi karena pada jam itu ibu kost datang nagih bayaran. Saat itu Noval belum mudik dan Fannya lagi banjir duit. Terpaksa Noval pinjem Fannya, dan mulai jam 6 lewat 1 menit itulah mereka baikan.

Orang ketiga adalah Pipit; lucu abis, imut, cerdas, berjilbab, tapi manjanya minta ampun. Dia klop sama Fannya karena punya musuh bersama; Noval, khususnya IP, indeks prestasi. Pipit sama Noval memang sama-sama pinter tapi semester kemaren Noval lebih unggul. Untuk itulah Pipit sedang berjuang mati-matian ngalahin Noval.

Terus, dua orang yang ternyata temannya Reeka, adalah Fathih dan Heksa. Fathih, pendiem banget, tapi tegas, sekali ngomong nyentuh banget, juga berjilbab kaya Pipit. Fathih suka nengahin Fannya dan Noval kalo lagi bertengkar. Tapi dia lumayan egois. Ternyata Fathih ini disebelin sama Pipit karena Pipit sering kena marah Fathih, yang nggak suka anak manja. Sejak kecil, dia mendapat didikan keras dari ayahnya, pemilik madrasah di kampungnya. Makanya, tumbuhlah bibit seperti Rahmawati Fathitah Zahra, Fatthih.

Beda dengan Heksa –kenapa dia dikasih nama Heksa? Ddia anak bontot dari tujuh bersaudara, lahir tanggal 7 bulan 7. Tapi gadis serba tujuh itu benci sama angka tujuh. Kenapa? Sewaktu SMA dulu pada jam ke-7 pada sebuah Selasa saat pelajaran kimia dia kena jatah maju ngerjain soal nomor 7 yang susah abis. Trus dia nggak bisa ngerjain, lalu dihukum. Padahal soal itu sudah dikerjakannya kemarinnya, tapi bisa-bisanya kelupaan. Dia juga pernah pada suatu tanggal 7, harus lari-lari sampai nyaris kehabisan nafas supaya tidak telat masuk kelas olahraga, yang dimulai jam 7. Telat, dan disuruh lari keliling lapangan sekolah 7 kali, ketika teman-temannya main cuma latihan gerak jalan.

Matahari serasa makin terik, dan kututup laptopku.
***

Jalanan basah ketika keluar laboratorium. Agaknya gerimis baru saja usai. Masih ada sekitar 3 jam sebelum masuk kelas Pak Sofyan. Aku naik ke lantai 4 ke ujung teras ada kursi dan selalu sepi. Kubuka laptop dan catatan pengamatan kemarin di buku kecilku.

Hari ini tak seperti biasanya. Kulihat Noval termenung sendiri duduk di bangku di bawah pohon di dekat kantin. Kenapa dia tak masuk ke kantin? Ternyata ada Fannya di kantin. Mereka bertengkar? Dari kejauhan kulihat Heksa dan Pipit menuju ke kantin. Kudekati mereka dari samping dan kuikuti pelan-pelan; cukup dekat untuk mendengar percakapan tapi cukup jauh untuk dicuekin mereka..

“Hey Val ngapain di situ, ayo makan,” ajak Pipit. Noval hanya tersenyum dan menggelengkan kepala, sampai-sampai rambut yang diikat dengan karet serba item berayun bagaikan pohon yang tertiup angin.
“Tumben nggak mau Jo,” celutuk suara khas Heksa.
“Males aja,” jawab Noval singkat.
“Gi marahan ni ama Fannya, kebiasaan tua,” sambung Heksa sambil mengintip-intip siapa yang ada di kantin.
“Iya males banget ama tu anak, masak sih tadi ribut-ribut gara-gara antri mandi, nggak masuk akal kan. Biasanya dia juga yang paling akhir mandinya. E tadi marah-marah,” jelas Noval sambil dia melotot ke arah Fannya di dalam kantin yang asyik menyantap sambal tumpang.
” Yawdah kalo nggak mau, kita duluan ya?” kata Pipit memasuki kantin Lestari.

Pemandangan yang tak seperti biasanya, Noval yang garang dan suka marah menjadi diam seribu bahasa. Apa gara-gara marahan trus sampe males ngapa-ngapain. Itu bukan sifat Noval banget. Tetapi, dunia berkata lain, dia memang nggak seperti biasanya. Pasti ada udang di balik bakwan. Kutunggu mereka keluar kantin.

Sepoi angin sore membuat suasana kampus semakin rame. Banyak acara para aktivis kampus di luar jam kuliah. Jam-jam segini ni, biasanya Gank U tanpa sengaja berkumpul di bawah pepohonan di depan Gedung F.

Benar dugaanku. Satu personal tak ada di sana; Noval. Pasti dia sibuk rapat di Badan Eksekutif Mahasiswa Dia tak pernah absen rapat, kecuali kalo lagi sakit perut. Memang, sejak kecil Noval tak pernah tahan dengan penyakit perut.

“Mana Noval, rapat ya,” tanya Fannya tanpa rasa bersalah.
“Tumben nanyain Noval, kamu marahan kan sama dia,” tanya Heksa sambil menyantap sebungkus roti.
” Iya tadi pagi, soalnya aku kebelet pup… ups,” Fannya terputus melihat Heksa lagi ngunyah roti. Spontan tangannya menutup mulutnya. “Sorry.”.
“Dasar Jo, enak-enak makan, ngomongin pup,” Heksa malah cuek.
“Sono maaf sama Noval, sama temen ndiri marahan mulu. Eh kalo tua nanti nggak mungkin kita hidup sendiri, kita juga butuh orang lain,” nasehat Fathih.

Fannya hanya menunduk, kayaknya memikirkan sesuatu.

“Okelah, gampang-gampang aja minta maaf, tapi emang dianya mau maafin aku, diakan lama kalo marah.”
“Coba dulu,” Heksa nyerobot.

Tak lama kemudian Fannya berjalan menuju ke ruang BEM. Suasana di dalam rame, kelihatannya rapat sudah pada usai. Fannya keluar ruang BEM dengan wajah tertekuk-tekuk.

“Gimana,” tanya Heksa. Tapi nggak ada respon dari Fannya.

“Woi,” sambung Heksa lagi.
“Apaan. Noval nggak ada, dia absen hari ini,” jawab Fannya dengan wajah yang masih tertekuk-tekuk kaya mie.
“Tumben dia absen,” gumam Heksa.
“Yawdah mungkin di kost, ntar aja minta maafnya di kost,” saran Fathih.

Fannya hanya mengangguk. Tapi rasa bersalah tampaknya telah menghinggap di hatinya, Segarang-garangnya Noval dia masih temennya Fannya. Tanpa Noval mungkin pengamen yang sering mondar-mandir di depan kostnya masih nampang di sana. Noval yang berani mengusirnya dan pengamen itupun tak pernah lagi kelihatan batang hidungnya.

Pergelangan tanganku pegal memencet laptop tapi masih ada waktu sektiar setengah jam lagi. Kututup laptop dan aku jalan ke Gedung F, siapa tahun Gank U sedang ngumpul di bawah pohon.
***

Hari penelitian ketiga. Cukup banyak yang sudah kudapat dan kutulis, sekaligus aku yakin makin banyak pula yang belum kudapat.

Aku berjalan menuju Gedung F, yang sedari tadi seakan-akan bercerita kepadaku tentang berbagai hal yang akan kusaksikan. Benar, di Gedung F aku menemukan merekau. Tumben mereka kumpul di sini. Pindah markas kali. Tetapi, suasananya masih seperti kemaren, salah seorang personal nggak ada; Noval. Di pintu ruang BEM, sekelompok mahasiswa sedang ngobrol sama beberapa dosen, selepas diskusi.

“Pipit makan yang bener donk, liat nih pada jatuh semua,” teriak Heksa melihat roti yang dimakan Pipit berjatuhan ke sana sini.
“Hus, jangan keras-keras donk, reputasiku hancur ntar,” jawabnya sambil cemberut. Fathih dan Heksa melihatku dan menyapa.

“Hey ada berita apa hari ini,” tanya Heksa seakan-akan dia tahu kalau aku wartawan kampus.
“Belum ada sih, cuma ngikut perbincangan mahasiswa sama dosen-dosen di bawah,” jawabku.
“Noval nggak ada, nggak seru,” kata Heksa.
“Kemana Noval, biasanya dia sama kalian, dia nggak ikut acara diskusi di bawah ya?” tanyaku kaget.
“Dia pulang ke Jogya. nggak tau kenapa.”

Kenapa? Mudah-mudahan di hari keempat aku bisa menemukannya.
***

Aku belum menemukan jawaban kenapa Noval pulang ke Jogya; izin kuliah 2 hari. Padahal hari kelima harus sudah kelar semuanya, tinggal ngedit-ngedit, kasih nama samaran plus bagian-bagian yang direkayasa. Nggak mungkin kalau mereka berlima tahu jadi objek penelitian humanioraku.

Aku sedang duduk sendirian di dekat tempat parkir, tertanya-tanya kenapa Noval buru-buru pulang, dan tak satupun anak Gank U yang tau alasannya. Tiba-tiba.

“Permisi dik, mau tanya apa anda teman adik saya Noval dari Jogya,” seorang perempuan membangunkanku. Kakaknya Noval? Ehm, mirip juga.
“Betul, anda kakaknya Noval?” tanyaku riang; sebentar lagi jawaban yang kutunggu-tunggu bakalan dateng sendiri. “Saya Meyka, temen sekelasnya Noval.” Aku tersenyum ke arahnya.
“Noni,” jawabnya singkat.
“O ya kak Noni, 2 hari ini Noval izin pulang ke Jogya ya. Boleh tau ada apa ya. Apa Noval sakit?” aku memberanikan diri.
“Iya dik,” jawabnya singkat dan air matanya menetes. Aku kaget, bingung, tak tau mau ngapain. Otomatis kupegang tangannya dan kutarik duduk di sebelahku. Aku diam menunggu isak tangis Noni memelan dan berhenti. Dan dia bercerita.

Noval pulang karena menderita kanker otak. Dia shock ketika menyadari dia menderita kanker otak, begitulah cerita Noni.

“Dik, saya dapat pesan dari Noval untuk disampaikan ke temannya Fannya, katanya dia minta maaf kalau selama ini dia sering marah-marah.”
“Mendingan mbak saya anter langsung ke Fannya, kayaknya sekarang dia sudah sampai di kampus juga.”

Aku bawa Noni ke pohon rindang di Gedung F. Benar, mereka sedang ngobrol meriah sambil tertawa-tawa. Tampak sedang senang. Beberapa detik lagi mereka mungkin akan menangis mendengar cerita Noni. Apalagi Fannya yang sedang marahan sama Noval. Aku bisa membayangkan mereka akan histeris mendengat sedih tentang Noval.

Fannya, Pipit, Heksa, dan Fathih memperhatikan kami berjalan ke arah mereka. Mungkin mereka menebak siapa yang ada di sampingku; Noni memang mirip dengan Noval. Angin hitam seperti menyapu mereka, mata sembabku membuat mereka tegang .

“Hey Meyka, kenapa Jo,” tanya Heksa kepadaku sambil melihat kak Noni dengan pandangan penuh tanya. Aku langsung menyuruh Kak Noni bicara.

“Ini kak temen-temen Noval, dan ini Fannya,” kutarik tangan Fannya ke arah Noni.

Pipit langsung histeris, seperti sudah tahu berita tentang Noval.

“Ada apa dengan Noval kak? Meyka ada apa,” teraiak Pipit sambil menangis; air matanya mengalir deras.
“Tenang dulu kamu, biar kakaknya Noval cerita,” kata Fathih memperingatkan.

Yang kubayangkan benar-benar terjadi. Suasana cerah berganti keruh. Semua menangis. Apalagi Fannya, mukanya pucat, lemas tak berdaya. Dan tangisnya meledak ketika Kak Noni menyampaikan permintaan maaf Noval. Aku bisa merasakan yang dirasakan Fannya; sedih berbalut penyesalan.

Kak Noni pergi. Gank U sudah mengatur rencana untuk menjenguk Noval. Aku minta ikut. Penelitian 4 hari membuat aku menjadi semakin dekat dengan mereka, ikut berduka dengan derita Noval.

Air mata menetes di keyboard. Kuhapus dengan telunjukku dan kumatikan laptopku.
***

Jawaban  yang kuinginkan kudapat. Kuceritakan ke Reeka saat dia menelepon menanyakan ‘kontrak kerja.’ Dia menangis mendengar ceritaku.

Kututup teleponku, tapi langsung berdering kembali. Kudengar isakan tangis di balik sana, bukan Reeka walau suara yang kukenal..

“Halo siapa ini?” Suara itu kukenal, bukan Noval tapi pasti tentang Noval.
“Mey…” tangis itu berlanjut. Kupastikan itu suara Fannya.
“Kenapa Fan? tapi telepon terputus. Aku bergegas ke tampat kost Fannya.
***

Banyak sepatu berserakan di depan kamar Fannya. Aku yakin Gank U, dan pasti tentang Noval.

Pintu kuketok dan aku langsung masuk; tangis menutup seluruh kamara. Fannya langsung menghampiri dan merangkulku, sambil menangis. Noval meninggal.

Tangisku meledak tak tertahankan. menambah luapan banjir air mata di kamar Fannya. Hanya 4 hari aku sudah menjadi bagian dari mereka, aku ikut hanyut dalam ceritaku sendiri.

Ceritaku kututup dengan derasnya tetesan air mata.
***