Dagelan Altar

Dalam sajak aku meremang
Tolol rasanya mengoceh tetek bengek tentang hidup kita,
Sementara sejarah peradapan pesat meninggalkan surga
Evolusi menguak misteri kehidupan
Umur insan berkejaran di tengah noda kehidupan
Sang Pencipta tergolek lunglai
Budi menindas ritus-ritus riang berdawai

Lantas, Aku lupa siapa Kau sebenarnya ?
Diburu Kau bagai angin
Didekap kau angan belaka
Di Altar kau bagai raja
Di dunia kau adalah dagelan, mementaskan lawak anak-anak kampung

Tapi, siapa Kamu ?
Aku sudah lupa
Yang kuingat hanyalah gigitan nyamuk belaka
Maka, permaklumkanlah aku untuk berdiam membangun rincian kodratmu
Maka, lepaska aku dalam alpa
Maka, aku akan mencari kemanusiaan kita

Lihatlah, lukisan wajahmu terpahat di altar
Diinjak-injak para domba yang garang
Tapi, aku tak mau tahu, kau memar
Karena bagiku memarmu adalah girang
Untuk bertahan tak perlu mengerang
Katakan saja dimana Sang Hyangmu
Tarian populer enggan mengikat wajahmu
Selendang terpuruk, jaminan kemolekan lengan lekang

Lemah, lengah memegang kata
Tawa renyah menggelegar di terjal riak para domba
Sia-sia,
Terdampar di hutan raya
Menerjang rumput-rumput liar sebagai amarah wana
Mengunyah kebencian lalu tertawalah para domba
Tanggap akan lara

Memang, dukamu adalah sukaku
Dan, sukamu adalah dukaku

Kejarlah aku dan burulah
Maka akan Kau dapati lukamu
Membengkak, mengundang tawa lalat-lalat dan dering tawa anak-anakmu

Lalu, apa harapanmu menjelang akhir pentas dagelanmu?
301102