Dokter Zhivago 17 – Boris Pasternak (alih bahasa Trisno Sumardjo)

disalin dari terbitan Djambatan, Maret 1960, dengan penulisan ejaan baru

Jalan Petrovka nampak seperti sesudut Petersburg yang kesasar di Moskow. Rumah-rumah yang berhadap-hadapan di kedua segi jalanan, pehiasan tenang di semua fasade, toko buku, perpustakaan, si karikaturis, si penjual tembakau yang baik budi, restoran yang menyenangkan dengan pintu depan yang di kanan kirinya ada dua lampu gas bundar di selubungi salju beku dan diganjal kayu tebal, semua ini membantu menimbulkan kesan demikian.

Di musim dingin, wajah kota mengungkap ancaman. Penduduknya adalah para pemangku pekerjaan liberal yang dapat dipercaya, tahu-diri dan bergaji baik.

Di sinilah Victor Ippolitovich Komarovsky menyewa tempat kediamannya yang indah di loteng ketiga; orang sampai kesitu melalui tangga lebar dengan kisi-kisi jati yang kokoh. Induk semangnya, Emma Ernestovna adalah pendiam dan jarang nampak; dalam rumah yang seperti puri tenang ini dia laksana wanita bangsawan yang memelihara rumah-tangganya dengan cermat lagi sopan. Ia meneliti segala, tapi tak pernah campur tangan dalam hal ihwal penghidupan si penyewa dan dia inipun membalas budinya dengan rasa halus seorang satria, layak bagi orang sesantun dia, yakni ia tak menerima siapapun juga –lelaki dan perempuan– yang kehadirannya tak akan sesiaoi dengan ketenangan dunia si perawan tua. Kesunyian biara menrajai rumah itu –semua markisa ditutup dan tiada debu setapakpun, seperti dalam gedung sandiwara yang sedang dipakai.

Tiap minggu pagi Victor Ippolotovich dengan disertai anjing buldognya, jalajn-jalan seenaknya di Petrovka dan di sepanjang Kuznetsky Most; di salah satu simpangan jalan ia bertemu dengan Cosntatine Illarionovich Satamidi, seorang peran penjudi.

Mereka jalan bersama-sama, saling menuturkan berbagai anekdot pendek serta buah pikiran singkat yang remeh dan begitu penuh kecaman terhadap hal-ikhwal di dunia, hingga cocok sekali untuk diganti dengan bunyi mengerang keras, asal saja memenuhi jalanan dari seberang ke seberang dengan bunyi selantang suara mereka, sengal-sengal tak bermalu dan seperti tercekik oleh getaran sendiri.
***