Anak Perempuanku Belum Pulang

Selma W. Hayati

Anak perempuanku belum pulang
Masih di perbatasan

Menantu tak membawa anak perempuanku pulang:
             Memasak bunga pepaya obat malaria,
             bersembahyang bersama di Motael,
             Mencium pipi dan merengkuhku,
             Menghibur dengan kidung tangis cucuku

Anak perempuanku,
Apakah takut masih mencumbui mesra, laki-lakimu?
Ingatkah rumah batako kita di atas aliran Mantane?
Ingatkah kau akan bau bunga kopi, juga
Lari kuda di tengah ladang jagung di seberang sungai?

Jeruji tembok penjara membangkitkan ketakutan
Ketakutan telah melahap keberanian
Ketakutan menjadi batas
Menggaris nyata antara negeri yang memberinya makan
Dan tanah sang penjajah yang mengajarinya memegang senjata pencabut jiwa

Menantuku, dengarkan keluhku:
Tak akan ada lagi perintah tangkap, tembak, dan bunuh!
Bendera telah berkibar
Kebebasan telah berdentang
Denting lonceng gereja pun tak berlagu kesedihan
Nasi yang seharusnya memberiku badan
Mengering di kerongkongan

Anak perempuan dan menantuku belum pulang:
Masih di batas ketakutan dan keberanian!
[London, 3 April 03, dini hari: buat Mama dan Kak Ivo yang akhirnya kembali ke T. Leste]