Firdaus

Tobi Damaris Aku keluar dari pintu gerbang kota dengan memikul salib kayu di atas pundak. Aku akan mengasihani diriku terlalu berlebihan kalau aku tidak melihat lelaki yang berjalan di belakang, yang kondisi fisikNya jauh lebih payah. Jubah ungu orang itu kotor, seluruh tubuhNya penuh luka, penuh darah, dari atas kepala sampai kaki. Dia berjalan tertatih-tatih, […]

MORE
Puisi dan Manusia

Mengapa aku jadi penyair?Kerana puisi itu gambaran intelek manusiaKerana puisi adalah hasil industri manusiaKerana puisi digubal oleh kemahiran manusia Buat siapa?Buat manusia jugaYang sepatutnya ditegur dengan metafora pedasYang inginkan kebebasan dari hidup terkandas Puisi itu seharusnya indahBukan setakat permainan kekataBukan digunakan untuk memperdayaMengawang di minda melukis nan nyataHingga kini menjadi perantaraan kisah cinta Penyair asli […]

MORE
Ishazara – Wanita Falujjah

Elmi Zulkarnain Bumi diantara tiga corok segitiga Sunni,Tanah yang digempur diragut dari damai dan sunyi.Antara Ar Ramadi dan Tikrit, kota Fallujah berdiri.Seorang wanita menjerit berani,“Mengapa kota sejarahku menjadi tumpangan derita sengsara?Suara tangis anak-anakku yang dibebani cemas yang tiada sementara?Kuping telinga dunia dituli siapa?Mayat rentung suamiku yang tergelimpang di hujung sana,Diteman rakan syuhadah yang menerima padah […]

MORE
Tentang Penulis Edisi 127

Herry Sudiyono, pernah masuk Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung namun tidak selesai dan menerbitkan buku terjemahan puisi Alejandra Pizarnik. Kini tinggal di Yogyakarta. Elmi Zulkarnain, sarjana muda Bahasa dan Kesusasteraan Inggris di Singapura yang hobby menulis puisi, Tobi Damaris, anak kelahiran Bogor yang mengajar Bahasa Mandarin di salah satu sekolah di Batam.

MORE
ia ingin tinggal sebentar

Hery Sudiyono ia ingin tinggal sebentartanpa batuk melerai, tanpa“selamat pagi kereta” di alun-alun bising akan cepat redakepada malam yang jemuoleh tiang pancang.ingatan bergegas lewat,serbuk-serbuk merunduk pada udara di kota bernama lupa seorang menggelar tikarkepada ziarah dari hutan yang resahmenitipkan epitaph di antara tanda seruyang koyak ia ingin tinggal sebentar, sebelum,ah, tak apa

MORE
khianat api

yang telah lupa, kembalimenyalakan api di bibir tebing.rajawali takjimdan kau disihir sebercak darahyang bertahan di lumut waktu “lengking itu seperti pernah kukenal”ingatan cepat lindap, darah menorehkan razah di kulit dadamu.sebuah nama, betapa tidak sederhanakau mendidih, meracau, rubuh,unggun lalu bekumenjadi relic yang tekun bercerita kepada kafilah-tentang arah barat daya situsperlahan kaupun luruhpada satu-satunya tembok tuayang juga […]

MORE