Dokter Zhivago

Boris Pasternak (alih bahasa Trisno Sumardjo), disalin dari terbitan Djambatan, Maret 1960.

Yury menemukan rumah itu di ujung Jalan Brest dekat Gapura Tver.

Rumah ini berbentuk barak batu yang tua, dibangun di sekitar pelataran, dengan tangga kayu beratap yang merayapi tembok-tembok pelataran.

Hari itu para penyewa lagi mengadakan rapat umum yang sebelumnya sudah diatur dengan baik, dikunjungi oleh seorang utusan wanita dari distrik pemilihan Sovyet; ketika itu munculah panitia militer unttuk mengontrol lisensi senjata dan mencari senjata yang tak pakai lisensi. Para penyewa harus kembali ke flat-flat mereka sambil menunggu giliran, tapi ketua panitia meminta supaya utusan distrik pemilihan Sovyet itu jangan pergi sebab penyelidikan tak akan lama sehingga rapat akan dilanjutkan.

Waktu Yury tiba, memanglah panitia sudah hampir selesai, tapi flat yang ditujunya belum digeledah. Di bordes Yury dicegat seorang prajurit dengan bedil, tapi ketua panitia mendengar mereka berbantahan lalu menyuruh supaya penyelidikan ditunda sampai doker selesai memeriksa pasiennya.

Pintu dibuka tuan rumah, seorang pemuda sopan dengan paras pucat kekuning-kluningan dan mata sayu, Hatinya rusuh oleh pelbagai hal –sakit istrinya, penggeledahan yang memenjelang serta hormatnya yang mendalam terhadap ilmu kedokteran dan para pelaksananya.

Guna menghemat waktu bagi dokter itu, ia hendak memberinya ikhtisar singkat tentang penyakit istrinya, tapi lantaran terburu-buru maka pembicaraannya jadi panjang dan cerai berai.

Yang nampak pada dokter itu ialah campuran antara flat yang mewah dan ruangan di bawah tanah yang murah; kebanyakan perabot dibeli tergesa-gesa sebagai penanaman modal terhadap inflasi yang cepat, terdiri atas perabot-perabot yang tak lengkap serta benda-benda tunggal yang tak serasi, karena seharusnya bersetel-setelan.

Pemuda itu mengira penyakit istrinya disebabkan oleh goncangn urat syaraf. Dengan banyak penyimpangan diuraikannya bahwa mereka baru-baru ini beli lonceng karilyon yang kuno. Peralatannya tak dapat diperbaiki lagi dan mereka mebelinya murah sekali, hanya sebagai contoh keahlian yang luar biasa dari si pembikin (dibawanya doker ke kamar sebelah untuk melihatnya). Tapi sekonyong-konyong lonveng yang bertahun-tahun tak diputar itu mulai memainkan sendiri karilyonnya, sebuah minuet yang rumit lantas berhenti. Istrinya ketakutan, tutur si pemuda itu, yakinlah ia bahwa saat terakhirnya telah ditandai, maka beginilah ia menggingau saja; ia tak mengenal suaminya, tak makan dan tak minum.

“Jadi tuan pikir itu goncangan urat syaraf,” kata Yury menyangsikan. “Boleh saya lihat dia?”

Mereka masuk kamar lain; di situ ada lampu plafon dari beling, ranjang berganda yang lebar serta dua meja ranjang dari mahoni. Seorang perempuan kecil denga mata hitam besar berbaring di pinggir ranjang, sampai ke atas dagunya ditutupi baju bulu,. Melihat mereka, ia melepaskan lenggannya sebelah dari bawah selimut, melambaikan tangannya agar mereka enyah, maka lengan gaunnya yang longgar itupun melengeser sampai ketiaknya. Kemudian seolah ia seorang diri dalam kamar, ia menyanyi sesuatu dengan suara lembut; hal ini membuatnya sedih sampai ia menagnis, merengek-rengek seperti anak kecil serta minta ‘pulang.’ Keikta Yury menghampiri ranjang, iapun membelakanginya, dan tak mau disentuhnya.

“Mestinya kuperiksa dia,” kata Yury, “tapi sebetulnya tak jadi apa. Dia terang kena typhus, berat pula, kasihan, tentu ia merasa celaka sekali. Saya nasehatkan pada tuan, bawalah dia ke rumah sakit. Saya yakin tuan berusaha dia tak kekurangan sesuatu apapun di rumah, tapi dia perlu sekali diawasi dokter terus-menerus selama berminggu-minggu. Tuan bisa mendapatkan kenderaan apapun juga, kereta, bahkan pedati saja. Tentu ia mesti diselimuti rapi-rapi. Saya beri tuan surat ijin.”
“Saya coba, tapi tunggu sebentar. Betulkah typhus? Celaka.”
“Saya kuatir begitu!”
“Dengarlah, saya yakin akan kehilangan dia, jika dia saya lepaskan. Apakah tuan tak bisa menjaganya di sini? Silahkan datan sesering ruan suka, saya akan senang sekali membayar dengan apa saja yang tuan kehendaki.”
“Maaf, sudah saya sebut, ia perlu diawasi terus. Berbuatlah seperti yang saya katakan, Nasehat saya betul-betul untuk kebaikan dia. Jadi usahakan sekeras-kerasnya agar mendapat kereta dan saya tulis surat ijin. Baiklah saya tulis dalam kamar panitia rumah tangga. Surat ijin harus dibubuhi cap perumahan, pun ada beberapa formalitet lainnya.
***bersambung